Bekasi memiliki peran penting dalam rentang sejarah Nusantara, mulai dari era Kerajaan Taruma Negara sampai era pergolakan revolusi kemerdekaan. Bekasi di abad ke 4 sampai ke 7 pernah menjadi pusat Kerajaan Taruma Negera yang merupakan kerajaan tertua dan terbesar di tanah Jawa. Di masa kemerdekaan, Bekasi menjadi daerah pertempuran melawan penjajah dimana ribuan nyawa rakyat gugur di medan juang. Tidak berlebihan jika kemudian Bekasi di lukiskan sebagai daerah “Tapal Batas” oleh Ismail Marzuki dan diabadikan oleh Chairil Anwar dalam puisi “Antara Karawang – Bekasi”.
Dengan luas wilayah 127.388 Ha dan Jumlah penduduk yang kini telah berkembang hingga 2 juta jiwa lebih, Kabupaten Bekasi terbagi menjadi 23 kecamatan, 182 desa dan 5 kelurahan. Dinamika pembangunan Kabupaten Bekasi yang tahun ini memasuki usianya yang ke 59, menunjukan pertumbuhan pesat di segala sektor. Pembangunan Kabupaten Bekasi setidaknya ditompang oleh lima modal dasar yang strategis.
Pertama, secara geografis Kabupaten Bekasi berbatasan langsung dan menjadi pintu masuk utama dari arah timur Jakarta, menjadikannya sebagai alternatif pertumbuhan ekonomi baru.
Kedua, Pertumbuhan industri bergerak semakin cepat dari tahun ke tahun. Menjamurnya kawasan industri terpadu di wilayah selatan Bekasi, seperti Lippo Cikarang, Jababeka, Ejip dan lainnya. Secara nyata telah mendorong pertumbuhan ekonomi bagi warga disekitarnya.
Ketiga, Kabupaten Bekasi memiliki potensi Sumber Daya Alam yang sangat kaya.
Keempat, Kabupaten Bekasi memiliki 70 % lahan pertanian produktif yang dapat menjadi modal daerah agraris berbasis industri.
Kelima adalah karakteristik masyarakat Bekasi yang heterogen.
Kendati demikian, bukan berarti Kabupaten Bekasi terbebas dari masalah, yang kita kita ketahui bersama belum sepenuhnya dituntaskan. Kesejahteraan ternyata belum bisa dinikmati oleh sebagian besar masyarakat. Pembangunan juga belum berjalan secara merata di semua sektor.
Berdasarkan data Tim Koordinator Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TPKD) masih ada sekitar 111.277 keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah balita yang menderita gizi buruk mencapai 1.300 anak. Sebanyak 233 orang menderita dan terinfeksi penyakit kaki gajah, masih menempatkan Kabupaten Bekasi di posisi tertinggi se Jawa Barat bahkan nasional. Penderita Lepra 352 orang dan yang terinfensi HIV/AIDS sebanyak 229 orang. Penyebaran DBD pada awal tahun 2009, empat Kecamatan dinyatakan zona merah dan empat orang meninggal dunia. Sebagian masyarakat Kabupaten Bekasi rentan terhadap serangan penyakit karena pola hidup dan lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat.
Di ranah pendidikan, masih terdapat 112 Sekolah Dasar yang rusak atau sekitar, 1.320 ruang kelas. Angka putus sekolah mencapai 16.000 anak. Sarana infrastruktur masih banyak yang rusak sehingga mengurangi mobilitas perekonomian masyarakat.
Sederet permasalahan di atas, hampir sebagian berada di daerah utara Bekasi. Geliat pertumbuhan pembangunan sampai saat ini masih terpusat di wilayah Kabupaten Bekasi bagian selatan. Masyarakat utara hanya mendapatkan dampak negatifnya. Seperti banjir yang melanda hampir setiap tahun. Sungai-sungai yang tercemar dan rusaknya ekosistem alam akibat dari pencemaran lingkungan yang disebabkan limbah buang industri.
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah utara juga masih bergerak selambat keong. Jumlah masyarakat miskin terbanyak ada di wilayah utara dengan penyebaran bervariasi. Kecamatan Babelan menempati rangking tertinggi dengan jumlah masyarakat miskin 11.491 KK, Taruma Jaya 6030 KK, Tambelang 3465 KK, Cabang Bungin 4401 KK dan Muara Gembong 3169 KK. Demikian juga dengan sarana dan prasana yang masih tertinggal jauh dari wilayah selatan.
Padahal wilayah utara memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, seperti gas dan minyak bumi. Bedasarkan data yang ada, di Kabupaten Bekasi daerah utara memiliki cadangan minyak bumi sebesar 195 Milyard Barel, sedangkan Gas bumi mencapai 19 BSCF (Billion Standard Cubic Feet) yang diperkirakan tidak akan habis dieksplorasi sampai 30 tahun mendatang, angka ini setara dengan blok Cepu. Migas tersebut tersebar di 7 blok yaitu ; Sasak, Ranca Jawa dan Pondok Tengah Utara (Kecamatan Muaragembong), Blok Pondok Makmur (Kecamatan Cabang Bungin), Blok Tegal Pancing (Kecamatan Sukatani).
Sedangkan dua blok lainnya sudah dimulai dieksplorasi yaitu Pondok Tengah dengan kapasitas produksi 2000 barel minyak mentah per hari dan Lapangan Tambun (30 sumur) Kecamatan Babelan 12.000 barel/hari. Di Blok Pondok Tengah sendiri cadangan minyaknya mencapai 35 MMFCS (Million Matrix Standard Cubik Feet). Awal tahun ini, PT. Pertamina sedang melakukan uji sesmix di 121 titik yang diduga mengandung potensi minyak dan gas bumi.
Selain potensi SDA yang dimiliki, prospek pertumbuhan pembangunan di wilayah utara juga cukup menjanjikan. Dalam kurun waktu 5 – 10 tahun mendatang, wajah wilayah utara akan berubah drastis.
Saat ini sedang disiapkan pembangunan pelabuhan internasional, jalan tol lingkar luar yang menghubungkan Tanjung Priok – Cibitung sepanjang 32 kilometer, jalan tembus dari Taruma Jaya ke Batu Jaya Karawang berserta jembatan penghubungnya. Termasuk juga penyiapan lahan seluas kurang lebih 5.000 hektar untuk kawasan industri.
Kesenjangan inilah yang menjadi pemicu awal keinginan masyarakat Bekasi bagian utara untuk mendorong pemekaran wilayah. Dengan pemekaran wilayah maka pelayanan pemerintah kepada masyarakat akan semakin maksimal. Pemekaran juga didorong untuk memaksimalkan potensi daerah yang ada di wilayah utara sehingga dapat dimanfaatkan untuk melakukan percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga masyarakat utara tidak gamang dalam menyongsong perubahan. Dari kultur tradisional menjadi masyarakat idustri modern. Seiring dengan itu, maka iklim demokrasi di tingkat lokal juga diharapkan kian berkembang.
Wacana pemekaran wilayah Kabupaten Bekasi sudah mulai digulirkan sejak awal tahun 2000 oleh sebagian tokoh masyarakat. Wacana ini kemudian terus membesar menjadi sebuah issu utama bagi masyarakat utara. Namun baru pada tahun 2007, wacana ini mendapat respon positif dari elite politik di Kabupaten Bekasi. Pemda Kabupaten Bekasi mengelontorkan anggaran sebesar Rp. 900 juta untuk melakukan studi kelayakan pemekaran daerah sesuai dengan PP 78 tahun 2007.
Studi kelayakan ini dianggap penting agar pemekaran yang diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak malah menjadi beban baru bagi masyarakat, baik daerah induk maupun daerah baru yang dimekarkan.
Berdasarkan PP 78 tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan dan pengabungan daerah, setidaknya ada 11 faktor dan 38 indikator yang memiliki bobot berbeda sesuai dengan perannya dalam pembentukan daerah otonom. Sebelas faktor yang menjadi pertimbangan utama adalah ; Jumlah penduduk, kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali.
Selain masalah teknis administratif, sebuah pemekaran wilayah juga memerlukan itikad baik elite politik baik di eksekutif maupun legislatif. Sebab berdasarkan aturan yang ada, maka sebuah pemekaran wilayah harus menempuh 16 tahapan, dari mulai penjaringan aspirasi masyarakat, kajian akademis, pembentukan Pokja persiapan pemekaran wilayah, persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi, Persetujuan Bupati sampai ke DPR RI untuk mengesahkannya melalui Undang-Undang.
Respon positif dari Pemda Kabupaten Bekasi tersebut tentunya harus kita apresiasi secara positif. Perlu ada komitmen kuat seluruh komponen masyarakat agar agenda pemekaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Hasil Akhir Kajian
Berdasarkan laporan akhir studi kelayakan pemekaran wilayah Kabupaten Bekasi menunjukan bahwa Kabupaten Bekasi sangat layak untuk dimekarkan. Hasil penelitian terhadap tingkat kemampuan daerah Kabupaten Bekasi dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Berdasarkan hasil pengukuran dan penilaian terhadap kemampuan daerah, ternyata Kabupaten Bekasi memiliki skor 420. Sesuai dengan PP 78 Tahun 2007 maka Kabupaten Bekasi termasuk katagori daerah yang sangat mampu dan dapat di rekomendasikan untuk dimekarkan.
2. Berdasarkan jawaban responden hasil penjaringan aspirasi masyarakat melalui kuesioner menunjukan bahwa lebih dari 80 % responden dari 2717 responden yang memberikan jawaban menyatakan setuju untuk pemekaran di Kabupaten Bekasi.
3. Hal tersebut sejalan dengan hasil jajak pendapat dari Pemerintah Kabupaten Bekasi terhadap seluruh Badan Permusyawarah Desa (BPD) di Kabupaten Bekasi dari 187 Desa diperoleh kesimpulan bahwa ;
a) Sebanyak 178 BPD atau sekitar 81 % setuju pemekaran
b) Sebanyak 29 BPD atau sekitar 16 % tidak setuju pemekaran
c) Sebanyak 9 BPD atau sekitar 4 % belum memberikan pendapat.
4. Hasil akhir kajian Pemekaran Kabupaten Bekasi setidaknya merekomendasikan 5 alternatif daerah pemekaran. Tiga diantaranya direkomendasikan, dua lainnya ditolak.
Hasil kajian akademis tersebut menunjukan bahwa Pemekaran Daerah Kabupaten Bekasi menjadi sebuah keharusan, bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan percepatan pembangunan. Hal tersebut sekaligus juga menjawab keraguan banyak kalangan tentang kelayakan pemekaran. Aspirasi masyarakat ini tentunya harus terus didorong sebagai kehendak demokrasi masyarkat.
Sumber : http://denhilal.com